Dalam banyak kesempatan ketika saya menjelaskan tentang stabilitas daya beli emas atau Dinar terhadap kebutuhan pokok manusia, saya sering menggunakan bukti kambing ukuran baik standar qurban yang selalu bisa dibeli dengan satu koin Dinar sejak lebih dari 1400 tahun lalu. Meskipun bukti ini berdasarkan hadits dan data empiris jaman ini, temen-temen saya para ekonom sering menganggap bukti berdasarkan harga kambing tersebut agak ndeso – sehingga ada keengganan mereka untuk mengakuinya sebagai bukti yang ilmiah.
Tetapi karena kambing hanyalah salah satu representasi kebutuhan pokok manusia (mewakili kebutuhan makanan), kestabilan daya beli emas ini sesungguhnya juga bisa dibuktikan berdasarkan statistik modern. Hanya statistik harga kambing yang panjang tidak mudah diperoleh, maka saya ingin membuktikan kestabilan daya beli emas ini terhadap kebutuhan pokok lainnya yang lebih available data statistik-nya.
Untuk ini saya gunakan data statistik harga minyak mentah dunia sejak berakhirnya Perang Dunia II – yaitu sejak 1946 hingga 2011 ini. Harga minyak kemudian kita sandingkan antara harga dalam US$ dengan harga dalam satuan gram emas. Hasilnya dapat kita lihat pada grafik dibawah.
Oil Price in US$ and in Gold
Dari grafik diatas kita bisa lihat bahwa ketika harga emas dan minyak keduanya terbentuk oleh mekanisme pasar yang mendekati sempurna, maka harga minyak dalam mata uang kertas (US$) cenderung meningkat secara parabolic – sebaliknya harga minyak dalam gram emas cenderung menuju titik stabilitas pada harga tertentu.
Dalam rezim Breton Woods (1946-1971) ketika harga emas dipaksakan setara dengan daya beli mata uang kertas US Dollar, maka terjadi ilusi stabilitas harga minyak. Ilusi ini berakhir bersamaan dengan berakhirnya rezim Breton Woods tersebut. Perhatikan tahun-tahun semenjak dibubarkannya kesepakatan Breton Woods (1971), daya beli uang kertas terhadap kebutuhan pokok manusia yang dalam hal ini diwakili oleh harga minyak – menunjukkan jati diri yang sesungguhnya yaitu terus menurun. Itulah sebabnya, mengapa saya mengkategorikan uang kertas sebagai aset yang akan menurunkan kemakmuran pemegangnya – Wealth Reducing Asset.
Sebaliknya juga terjadi, ketika harga emas tidak lagi dipaksakan terkendali dalam rezim Breton Woods tersebut diatas – fluktuasi harga emas cenderung beriringan dengan fluktuasi harga-harga komoditi kebutuhan manusia. Walhasil bila kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut dibeli dengan emas – maka harganya akan cenderung stabil dalam jangka panjang. Jangka pendeknya tetap berfluktuasi karena faktor supply and demand, tidak ada daya dorong parabolic seperti yang terjadi bila mata uang kertas yang digunakan.
Sebenarnya bukan hanya emas yang memiliki kecenderungan daya beli stabil jangka panjang ini, seluruh komoditi kebutuhan manusia akan memiliki kecenderungan yang sama. Satu komoditi sama komditi lain harganya berfluktuasi dalam jangka pendek – tetapi mekanisme pasar yang akan mendorongnya stabil dalam jangka panjang. Ketika supply melebihi demand, harga turun – orang mengurangi produksi; sampai titik tertentu demand akan melebihi supply dan menarik harga ke atas begitu seterusnya.
Jadi ketika berbicara tentang satbilitas daya beli emas atau Dinar, kini kita tidak lagi hanya terpaku pada harga 1 ekor kambing yang setara 1 Dinar – tetapi juga harga minyak dalam emas atau Dinar ataupun harga-harga komoditi lain yang dibutuhkan oleh manusia sepanjang jaman. Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar